KISAH AJI SAKA

oleh Dheka Dwi Agusti N

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka memakan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan sorban (ikat kepala) di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.

Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus. Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.

Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.

Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.

Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas sorban (ikat kepala) yang digunakannya. Sang Prabu pun mengabulkan permintaan Aji Saka.

Aji Saka dibawa ke alun-alun, sorbannya pun dibuka dan dibentangkan. Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang dan melebar sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.

Sorban pun semakin meluas. Sang Prabu pun makin terdesak. Semakin lama samakin mundur tersudut sampai ke pinggir laut Selatan. Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, sorban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan. Pada saat itu pula berubah menjadi buaya putih. Dewata Cengkar memerintah di kerajaan laut selatan bersama putri Angin-angin.

Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan dan bergelar Prabu Jaka. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.

Prabu Jaka ingat akan dua pengawalnya yang ditinggalkan di pulau Majheti, bernama Dora dan Sembada. Dua pengawal yang lain, Yaksai, Duga dan Prayoga diutus ke pulau Majheti untuk menyampaikan perintah Prabu Jaka agar Dora dan Sembada datang ke Medang Kamulan.

Berita tentang Aji Saka naik tahta di Medang Kamulan sebenarnya telah didengar oleh Dora dan Sembada. Mereka akan datang ke Medang Kamulan karena takut melanggar perintah Raja. Namun pesan Aji Saka dulu bahwa ia akan datang sendiri untuk menjemput Dora dan Sembada, sehingga mereka berdua menjadi ragu-ragu dan gelisah.

Tanpa berunding dangan Sembada, Dora berangkat sendiri ke Medang Kamulan. Dalam perjalanan Dora bertemu dengan Duga dan Prayoga. Dora pun diajak kembali menghadap Prabu Jaka di Medang Kamulan.

Dora diperintahkan Prabu Jaka kembali ke pulau Majheti untuk memanggil Sembada, sekaligus meminta kembali keris Aji Saka yang dahulu dititipkan padanya. Apabila Sembada berkeras mempertahankan keris tersebut hendaknya diambil paksa sjs. Pesannya, dalam waktu satu minggu Dora harus telah kembali di Medang Kamulan.

Dora telah sampai di Majheti dn bertemu dengan Sembada. Dora mengatakan bahwa ia mengemban tugas Prabu Jaka agar Sembada datang ke Medang Kamulan sekaligus menyerahkan kembali keris titipan sang Prabu. Sembada tetap bertahan pada pesan Prabu dahulu bahwa keris hanya diberikan kepadanya, saat ia sendiri yang menjemput untuk mengambilnya.

Oleh karena masing-masing bertahan pada perintah sang Prabu, akhirnya terjadilah pertikaian dan perkelahian yang sengit. Pertikaian yang seru berakhir dengan tewasnya Dora dan Sembada, dua orang pengawal kepercayaan Prabu Jaka.

Waktu yang ditentukan satu pekan telah berlalu, namun Dora maupun Sembada tidak kunjung datang. Maka Duga dan Prayoga diperintahkan menyusul ke pulau Majethi. Setiba di sana mereka mendapatkan Dora dan Sembada telah tewas. Duga dan Prayoga melaporkan kematian Dora dan Sembada kepada sang Prabu. Prabu Jaka pun lanta ingat akan pesan yang pernah diperintahkan dahulu dan menyadari kekhilafanya.

Sejak peristiwa kematian Dora dan Sembada, Prabu Jaka merekayasa aksara sebanyak 20 aksara yang mengacu kepada kisah dua pengawalnya yang setia itu. Keduapuluh aksara tersebut adalah :

Ha-na-ca-ra-ka = ada utusan

Da-ta-sa-wa-la = tidak menyangkal

Pa-dha-ja-ya-nya = sama-sama kuat

Ma-ga-ba-tha-nga = berakhir menjadi mayat.

1 Komentar

  1. Sugeng Arianto said,

    22 Juni 2010 pada 09:06

    Saya mohon ijin untuk mengutip KISAH AJI SAKA yang ditulis oleh : Dheka Dwi Agusti N pada situs ini. Saya telah sedang mengajarkan aksara jawa di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan Propinsi Kalimantan Timur (berbahasa Indonesia). Terimakasih atas keberadaan tulisan artikel ini.


Tinggalkan komentar