Antologi Puisi Anak

Puisi- puisi Aldika Restu Pramuli

Pelangi

Hujan baru saja pergi

Langit seperti lahir kembali

Di birunya

Semburat warna-warna hadir

Melengkung cantik menghias langit

Mengantarkan peri-peri mandi di bumi

Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, menyatu dalam satu;

Pelangi

Bintang Kejora

Telah kian lama berdiri di langit

Menghiasi malam-malam nan gulita

Bersinar terang

Kerlap-kerlip sungguh menawan

Namanya kejora,

Bintang kecil centil yang selalu mengerdipkan mata indahnya

Mengerdipkan cahaya tubuhnya

Padaku, sang gadis kecil

Wisata ke Kebun Binatang

Hari Minggu,

Langit cerah tak ditemani mendung

Ayah mengajakku berwisata ke kebun binatang

Lihat,

Ada buaya bermulut seram

Ular melilit menjepit mangsa

Jerapah melenggak-lenggok dengan lehernya yang panjang

Ada panda dari Cina

Ada pula kera yang jenaka

Sang harimau si raja hutan pun ada dari Sumatera

Kanguru si hewan kantong datang jauh dari benua Australia

Semua punya keunikan

Wisata ke kebun binatang amat menyenangkan

Bocah Kecil Kereta Api

Pada sebuah malam,

Dalam perjalanan menuju kota hujan

Rel-rel menarik gerbong-gerbong kosong

Gerbong-gerbong tua yang keropos

Saat itu,

Tak ada penumpang lain di gerbong tua

Selain Ayah, aku, dan Bunda

Bau sampah tercium tajam

Di mataku sampah-sampah plastik berceceran

Tiba-tiba seorang bocah kecil dekil

Hadir tepat di depan kami

Memegang sebuah sapu lidi

Sambil jongkok, diayunkannya batang-batang lidi

Diusirnya sampah-sampah di bawah kaki kami

Aku iba padanya,

Kupandangi terus langkahnya

Hingga ujung gerbong tua

Atlas

Ayah memberikan buku tebal bersampul hitam

Jilidnya bergambar bola dunia

Ditambah foto-foto manusia seantero jagat raya

Buku ini membawaku menjelajah nusantara

Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi,

Hingga Papua kujelajah dengan mata

Usai Papua, kujelajah semua benua

Asia, Amerika, Australia, Eropa, hingga dataran hitam Afrika

Khayalanku mengapung,

Ketika kutatap gambar-gambar tujuh keajaiban dunia

Ketika kuamati foto-foto budaya serta kultur segala bangsa

Ketika kutatap ilustrasi flora dan fauna khas setiap negara

Dengan atlas,

Aku serasa mengelilingi dunia

Melangkah dari Borobudur hingga Pisa, Italia.

NOL

Kertas soal-soal terus kupelototi

Dengan mata bulat kebingungan

Dari soal awal hingga akhir

Tak sedikitpun yang mampu kukerjakan

Bu Guru melotot,

Memandang curiga pada muridnya yang bergerak kelimpungan

Aku menyesal,

Tadi malam termanjakan playstation semalaman

waktu habis” bu Guru berujr menarik kertasku

Aku tak sempat menyelamatkan jawaban

Menyelamatkan nilai Matematikaku

Menyelamatkan wajahku di depan ibu guru

Nol, nol, nol, nol, nol

Di rumah,

Bunda diam menatap kertas yang kusembunyikan di lipatan baju

Mata bunda memerah marah

Ucing-ucingan

Cingciripit katulang bajing, saha nu kajepit eta ucing!”

Suara anak-anak menggema di halaman desa

Ketika bulan hadir dalam sepenuh wajahnya

Malam pun terang,

Tapi suasana tak tenang

Karena anak-anak desa sebayaku berlarian di pelataran

Semua berlarian,

Semua berstrategi,

Mengadu siasat agar tak tersentuh tangan si Ucing

Hingga pukul delapan malam,

Sewaktu hawa berubah menjadi dingin temaram

Permainan selesai,

Dan aku masih jadi ucing

Kawah Putih

Kabut-kabut turun

Menuruni gunung-gunung

Menyapa kulit tenda kami di tanah Kawah Putih

Angin malam menusuk

Di tengah api unggun kecil buatan Ayah

Semua menggigil,

Kedinginan disapa cuaca malam Ciwidey

Sepatu Cibaduyut

Hitam pekat,

Berlilit tali putih bersih.

Dua kaki kumasukkan

Tali-tali kutarik

Kubuat simpul agar kian erat

Perjalanan serasa momen menyenangkan saat itu

Melewati gang-gang rumah

Melewati jalan-jalan kecil yang dilintasi mobil

Ini sepatu baru,

Sepatu hadiah ranking satu

Sepatu bagus dari Cibaduyut

Kupu-kupu Kecil

Baru saja lahir

Kupu-kupu kecil dari sebuah kepompong mungil

Sayap-sayapnya elok

Kuning mencolok

Berhiaskan hijau volkadot

Metamorfosa telah samapi di batas titik

Kepompong telah menjelma makhluk bersayap cantik

Bunga-bunga pun siap jadi teman baik

bagi si kupu-kupu kecil yang cantik

Puisi- puisi Nicky Cempaka K. K.


JIKA HUJAN TURUN

Jika hujan turun,
halaman rumah menjadi basah
Pohon-pohon rebah ditiup angin
Cuaca pun menjadi dingin

Jika hujan turun,
aku tak boleh pergi keluar bermain, kata ayah
lebih baik kita berkumpul di ruang tengah
berbagi cerita bersama keluarga
saling mengisi
saling menghangatkan..

MISTERI PENTAS

Sebentar lagi aku tampil
Peluh dingin menetes di keningku
Nafas pun tinggal satu-satu
Jantung berdetak kencang

Misteri apa gerangan yang ada di balik pentas?
Hingga aku dibuat demam panggung seperti ini
Buyar sudah apa yang ada di kepala
Entah apa yang harus kulakukan

Arghhhhh…!!

PARISJ VAN JAVA

Disini kota kembang kota priangan
Kotaku damai, indah, dan megah
Dimana petik kecapi menari-nari
Dimana pukul kendang menggoyang-goyang

Disini bandung, kota priangan
Kota sejarah, indah, dan megah
Dimana semangat asia-afrika
senantiasa membakar menyala-nyala

Parisj van java
Parisj van java
Sejarah indah ranah sunda..

FOTO

Di album biru itu, aku diajak bercerita
Tentang kenangan yang tak pernah hilang
Tentang masa lalu yang tak pernah beku
Tentang hari kemarin yang kita lalui

Di album biru ini, cinta kasih menebar salam
Lewat senyum ayah-ibu
Lewat canda adik-kakak
Lewat tawa teman kawan

Foto mengabadikan kisah kita
Disini senyum punya nyawa
Disini marah punya nyala
Disini kenangan menjadi arti

KISAH IKAN SALMON

Ada sebuah ikan di kolam paman
Bergerak lincah kesana kemari
Warnanya hitam, mulutnya jelek
Kalau berenang, egal-egol seperti bebek

Salmon dewasa suka bertualang
Menerjang arus menuju samudra
Meninggalkan kolam tercinta

Tapi salmon tak lupa keluarga
Setahun sekali ia pulang menengok saudara
Sama halnya seperti kita
Pulang kampung jika lebaran telah tiba

MEMBERSIHKAN LEMARI

Hari libur telah tiba!
Mari kita merapikan lemari pakaian
Disana baju menumpuk
Disini celana bertumpuk
Belum lagi kecoak yang berlari
Hiyyyy ngeri…

Merapikan kembali lemari pakaian
Tak hanya membuat isi lemari menjadi bersih
Tapi kita pun diajak bersyukur
Mengingat lagi…
apa yang telah Tuhan beri

jangan lupa sisihkan
baju yang telah kekecilan
celana yang sudah kesempitan

sumbangkan sebagian
untuk mereka,
orang-orang yang tak seberuntung kita
hari ini…

PANGALENGAN

Pangalengan…pangalengan…
Wisata alam Bandung Selatan
Pernahkah kesana, kawan?
Pernah?

Yang pernah tentu tau,
Di pangalengan udara begitu sejuk dan dingin
Orang-orang berjaket tebal lalu lalang
Membeli segelas bajigur dan jahe wedang
Boleh juga susu coklat hangat

Jika sore tiba, ibu-ibu pemetik teh pulang ke rumah
Disinilah daun teh yang biasa kita minum diolah
Kebunnya terhampar di setiap penjuru mata angin
Hijau..hijau..dimana-mana dingin

ALAT MUSIK NUSANTARA

Tau gitar?
Kenal biola?
Bisa piano?

Tentu tau.
Pasti kenal.
Yakin bisa!

Tapi..
Taukah kolintang?
Kenal dengan kecapi?
Bisa main panting?

Harus tau.
Harus kenal.
Harus bisa!

Kolintang dari Menado
Kecapi dari Sunda
Panting dari Banjarmasin

Itu baru sebagian, kawan!
Masih baaa………nyak lagi,
alat musik tradisional negeri ini

PERAPIAN

Dimana harus kucari ibu jika subuh tiba?
Sedang hari masih gelap dan diluar begitu senyap?

“Ibu ada di dapur, Nak.”
“Merebus air dan membuat serabi hangat untukmu..”
“Sini sayang, mari sini..”

Dan ibu akan memelukku, sambil bertanya,

“Lelapkah tidurmu tadi malam?”
“Banyak nyamuk menggigit?”
“PR-nya sudah selesai semua?”
“Mau serabi rasa apa, sayang?”
“coklat, strawberry, susu, oncom, srikaya?”

Aku menggeleng.
Bolehkah aku meminta, selamanya, setiap pagi,
serabi rasa ‘ibu’ yang senantiasa hangat
seperti hangat perapi di subuh ini?

FOTOGRAFER

Aku mau menjadi seorang fotografer!
Menenteng kamera seperti senapan
Membidik objek jauh di depan

Menjadi fotografer sering jalan-jalan
Mengabadikan pemandangan tak bosan-bosan
Senang pikiran sehatlah badan

Jepret sana jepret sini
Kau bergaya dan aku berhitung,
Satu..dua..tiga..

KELILING INDONESIA

Negeriku ini sangatlah luas
Daratannya tak cukup dijelajah hanya semalam
Lautannya tak cukup diarungi hanya sehari
Indonesiaku sangatlah kaya
Tamasya yang tiada habisnya

Siapa mau menonton Reog di Ponorogo?
Siapa mau ke danau Toba di pulau Sumatera?
Siapa mau mendaki gunung Jayawijaya?
Aku mau..aku mau..!!
Aku mau keliling Indonesia!!

BULAN PURNAMA DI DESA

O kawan, lihatlah bulan purnama!
Bulat dan terang menyinar desa
Seperti bola lampu raksasa
Cayanya benderang melawan gulita

Hai kawan, ayo gegas keluar dan bermain!
Berkumpul di halaman bersama teman
Bernyanyi-nyanyi dan menari
Bermain petak umpet dan lompat tali
Berkejar-kejaran kesana kemari

Ayo..ayo..jangan bingung
Crek dung..crek dung..crek crek dung!
Ayo..ayo jangan malu
Lalahu..lalahu..hulala..halalu..!

DONGENG

Dongengi aku, Ibu
Malam ini aku tak bisa tidur
Ingin rasanya lekas pergi ke alam mimpi
Dan kembali ke sekolah di esok hari

Dongengi aku ibu
Tentang naga bergigi emas
Tentang kancil di hutan buas
Tentang lumba-lumba di samudra luas

Jangan dulu beranjak sebelum aku terlelap
Dongengi saja hingga mata ini terpejam
Lalu kau kecup keningku sambil mengucap
‘selamat malam’

DI DESAKU

Di desaku, gunung menjulang begitu tinggi
Sungai mengalir begitu deras
Hutan bernyanyi begitu hijau
Langit membentang begitu lapang

Di desaku, anak-anak bermain tak henti
Melompat-lompat seperti kera
sudah jatuh tak jera-jera

Di desaku sorak-sorai begitu ramai
Menyemangati si Gareng mengadu kelereng
Meneriaki si Aman bermain layangan
Menyoraki siapapun tiada ampun

Haha..
Yang penting kami bahagia
Setiap hari selalu canda
Setiap hari selalu tawa
Haha..
Hahaha..

Puisi-puisi Yostiani Noor A.

Hujan Turun

hujan turun

airnya mengenai wajahku

setiap titiknya terasa bagai jarum-jarum

yang mencubit pipiku

kuberlari sambil telanjang kaki

sepatu di tangan kiriku

baju putihku jadi transparan

rok merahku jadi gelap

hujan turun

semakin deras

setiap titiknya terasa bagai tamparan

tamparan di pipiku

selokan dekat rumahku menggelegak, airnya keluar

mirip coklat leleh yang lumer ke mana-mana

Tanah Nenek

tiba-tiba aku dipaksa berkenalan

dengan anak yang rambutnya mirip mie goreng

dan Matanya mirip telor ceplok

namanya sulit diingat

dia bersekolah di Tanah Abang

ku sebut namaku

lalu aku bilang, sekolahku di Tanah Nenek

seketika dia berlari ke pangkuan ibunya yang sedang ngobrol dengan ibuku

lalu dia bertanya, “Ibu, Tanah Nenek itu ada di mana?”

argh, rupanya dia begitu bodoh!

tentu saja, sekolahku itu dekat rumah nenek…

Global Morning, Global Worning

Belakangan ini sering sekali ku dengar

Orang berkata tentang bahaya,

Namanya global morning

Ah bukan, global worning

Di sekolah, ibu guru juga ikut-ikutan bicara

Katanya, global worning itu bahaya

Kata ibu guru, global worning itu akibat efek rumah kaca

Sepulang sekolah, aku merengek

Ku pinta mama dan papa melepas semua kaca di rumahku

Mama dan papa tidak mau

Argh, aku jadi kesal sendiri

Padahal kata ibu guru, nanti es di kutub mencair

Dan bumi akan tenggelam

Oh, sungguh mengerikan

Aku tak bisa lagi bertemu teman-teman

Tak bisa lagi bermain….

Argh, siapa sih yang rumahnya terbuat dari kaca?

gara-gara dia, bumi akan tenggelam!

Tukang Patri

Matahari memanggangnya

Mulai dari kepala, tubuh,

dan kakinya kini nyaris matang

Keringat meliuk di tubuhnya

Mengucur bak air tumpah yang langsung menguap

di padang pasir

Tumpukan seng dibunyikan

Sambil berteriak “Patri, patri… Tambal panci, katel…”

dengan suaranya yang serak

Keriput di wajahnya mirip peta

yang menunjukkan betapa jauhnya dia lalui hidup

Tumpukan seng kembali dibunyikan

sambil teriak “Patri, patri… Tambal panci, katel…”

dengan suaranya yang serak dan hampir pecah

Perosotan Naga

Tubuh meliuk seiring lekuk

Pesorotan naga berwarna merah menyolok

Kelak keloknya curam

Kelopak mata menahan katup

Nafas tertahan

Deguk jantung dak dik duk ria

Aku meluncur

Sedetik ku melayang di udara

dan jatuh dalam hangatnya

pelukan air kolam

Memancing Ikan

Di hari libur, aku dan ayah memancing

Kami akan memancing ikan yang gendut-gendut

Tapi tak ada satupun ikan yang terpancing

Memakan umpanku dan tersangkut

Ayah memberiku umpan cacing

Tapi aku malah takut

Hatiku girang

Ternyata ada yang tersangkut

Ku tarik pancing dengan riang

Sambil berteriak pada ayah agar ikut

membantu. Ku terpaku, ternyata yang kupancing

karung goni yang penuh lumpur dan lumut

Ketika Lampu Memberi Rambu

Merah kuning hijau

Bertiang setinggi pohon kelapa

Entah mengapa semua kendaraan

patuh pada setiap warna

Merah menyala

Kuning dan hijau meredup

Semua kendaraan merapat

Berhenti, berbaris di garis putih

Pejalan kaki mulai menyebrang

Kuning menyala

Merah dan hijau meredup

Kewaspadaan dan kehati-hatian

pengendara dan penyebrang ditingkatkan

Hijau menyala

Merah dan kuning meredup

Bagai di arena lomba

Kendaraan saling serang angin

Dengan kecepatan, menuju tujuan

Merah kuning hijau

Ketika lampu pemberi rambu dilanggar,

tak jarang undang kematian

Perut Nenekku

Aku suka sekali tidur di pangkuan nenekku

Tubuhnya yang tambun membuatku nyaman

Tubuhnya terasa hangat dan empuk

mirip kapuk yang baru dipetik

Suatu hari, aku merasakan gempa

Kepalaku berguncang-guncang

Saat kubuka mata

perut nenekku lah yang bergoyang-goyang

Ternyata nenek sedang tertawa

Sambil menonton lawak di televisi

Ah, untunglah itu bukan gempa sungguhan…

Si Belang

Belang-belang warnanya

Runcing-runcing kukunya

Tajam-tajam taringnya

Ngeong-ngeong suaranya

Cobalah terka, binatang apa namanya?

Dia kesayanganku

Warnanya abu-abu

Telinganya rebing-rebing

Karena sering berkelahi di atas genting

Ayah

Jika bisa ku pinta sesuatu pada malam

Akan ku pinta sebuah pertemuan,

dengan Ayah

Jika bisa ku pinta sesuatu pada siang

Akan ku pinta senyum seseorang,

senyum Ayah

Jika bisa ku pinta sesuatu pada pagi

Akan ku pinta Ayah bersamaku lagi

Bukan si Tom dan si Jerry

Di rumahku ada tikus, tapi bukan si Jerry

Di rumahku ada kucing, tapi bukan si Tom

Di rumahku, tikus itu lima kali besar si Jerry

Di rumahku, kucing itu tak berani mengejar,

bahkan tak mau mengganggu si Jerry

Tak ada kejar-kejaran

Tak ada cakar-cakaran

Tak ada musuh-musuhan

Mereka hidup berdampingan

Wortel Berdarah

Wortel yang ku pegang berdarah

Sama merahnya dengan darahku

Di pisau yang ku genggam juga ada darah

Tapi sakitnya terasa di jempolku

Aku menangis, jempolku teriris

Tapi, setiap kali ku iris sayuran dan buah-buahan

mereka tak pernah menangis atau meringis

Setiap kali, ku rebus atau kugoreng ayam dan sapi

mereka tak pernah marah

Tuhan, apakah mereka juga kesakitan?

Setiap Aku Ulang Tahun

Detik, menit, dan jam

Berlalu bagai lagu

Hari, minggu, dan bulan

Bergantian menyusun tahun

Setiapku ulang tahun,

Aku berdoa, semoga aku dapat membuat mama bahagia

Ksatria Bulan

Akulah sang ksatria bulan!

Siapapun yang menyakiti hati mama akan ku lawan!

Puisi-puisi Seli Desmiarti

Mencium Kota Hari Ini

Asap-asap terbang ke angkasa

bukan hanya dari dapur ibu

Kendaraan, pabrik-pabrik, hingga pembakaran sampah

dengan angkuh berlomba mewarnai langit

yang pernah biru

Mengenalkan parfum terbaru untuk kota ini

Kawan, aku menawarkan kenangan

Tentang segarnya pepohonan, aroma masakan ibu,

dan putihnya awan

maukah kau pejamkan matamu, lalu

kita pura-pura mencium kesegaran kota hari ini

2008

Senandung Katak

Dari kolam, ribuan katak lompat

Menantang pawang penangkal hujan

Mereka menari sambil bernyanyi

do…do…mi…do…mi…do…

do…do…mi…do…mi…do…

Dari langit hujan jatuh, berlomba

Mecapai tanah

Sang pawang jatuh air matanya

Katak-katak masuk lagi ke kolam, lalu

Renang gaya punggung

do…do…mi…do…mi…do…

do…do…mi…do…mi…do….

2008

Salam Untuk Ibu

Selamat pagi,

Seragam putih merah masih tergantung lemari

Aku belum mandi, biasanya ibu mencubiti pipi

Selamat siang,

Tak ada makanan di meja makan

Aku tidur saja, semoga perut tak kenal lapar lagi

Selamat sore,

Di tanah lapang, teman-teman bermain lompat tali

Aku tak beranjak dari pintu rumah, tersenyum dalam hati

Selamat malam,

Ibu, seperti apa rupamu?

Apa kini kau telah menjadi bidadari?

Coba Tuhan membiarkanmu memelukku

2008

Libur Sekolah

Ayo, siapkan perbekalan

Jangan cuma makanan, tapi bebegig*

Pesanan paman

Tidak perlu memakai sepatu ataupun sandal

Liburan kali ini kita akan bertelanjang kaki

Ayo, siapkan perbekalan

Jangan lupa topi wajib kita kenakan

Cuaca panas atau hujan

Kawan, bersiaplah

Sawah milik paman menunggu kita di ujung desa

Liburan kali ini kita akan menanam padi

2008

*orang-orangan sawah (Sunda)

Puisi- puisi Andalusia N. P.

Sepucuk Surat

Kutitipkan sepucuk surat setiap malam

Pada Pak Budi yang sedang menghitung uang

Dan nomor undian

Hingga lupa setumpuk tugas matematika yang harus diperiksa

Kutitipkan sepucuk surat setiap malam

Pada Bu Nani yang sedang tak juga beranjak

Dan mengerjapkan mata

Dari sinetron Intan dan Cahaya

Hingga lalai pada memeriksa huruf tegak bersambung

Yang kukumpulkan

Kutitipkan sepucuk surat setiap malam

Pada Pak Iwan yang kerap dikerok karena masuk angin

Karna cuaca yang tak menentu

Setiap kali meng-ojek sampai malam

Sampai lupa pada tugas gambar pemandangan yang harus diapresiasinya

Kutitipkan sepucuk surat setiap malam

Pada Bu Siti yang sibuk mengupas kentang,

Memotong wortel, dan mengiris bawang

Untuk bala-bala hangat setiap masuk kelas

Sampai lupa pada tugas menulis huruf Arab yang harus dinilainya

Kutitipkan pada malam, sepucuk surat,

Surat cintaku pada semua guru:

Bu, Pak, jangan lupakan kami…”

Bandung, 17 Mei 2008

Larangan Bertanya

Bu Guru, aku ingin bertanya,

Tapi, jawabmu adalah

ya…pelajaran cukup sampai di sini..”

Pak Guru, aku ingin bertanya,

Dan, jawabmu adalah

jika sudah besar kau akan mengerti…”

Bu Guru, lagi kuingin bertanya,

Dan, jawabmu selalu

belajarlah sopan santun, dan selalu taati gurumu…”

Pak Guru, izinkan aku bertanya,

Dan, aku akan mendengar

apa yang bapak katakan, apa yang ada dalam buku, itulah yang benar…”

Bandung, 17 Mei 2008

Cerita tentang Temanku

Ibu, aku punya cerita

Tentang seorang anak perempuan berkucir dua

Dia ceria dan lincah

Senang menari, menyanyi, membaca, dan menulis

Dia sering sekali mengajakku bermain boneka,

Selalu tersenyum setiap kali menyapaku,

Namanya…siapa ya…oh ya Ani!!

Namanya Ani,bu!!

Dia jarang menangis, selalu tertawa

Setiap kali kalah main, tidak sepertiku, dia tetap tertawa

karena itu dia punya banyak teman

Dia juga pintar, bu

Matematikanya sembilan, bahasa Indonesia dan Inggrisnya delapan,

IPAnya juga sembilan, menggambarnya saja yang dapat tujuh setengah,

Dia rangking satu bu,

Ibu dengarkan aku kan?

Aku ingin bercerita,

Biar ya bu, aku bercerita

Karena di sekolah,

aku hanya boleh menghitung.

Pasirjati, 17 Mei 2008

Karangan Liburan

Kemarin, kami disuruh menulis karangan

Tentang liburan

Temanku Angie, yang selalu berpakaian rapi,

Berkaus kaki putih bersih, dan selalu diantar pakai mobil

Menulis dengan judul

Liburanku ke Singapura”

Ada juga, temanku Sri yang selalu berbicara pelan,

Seperti putri Solo, kulitnya hitam manis, dan selalu diantara motor,

Menulis karangan yang berjudul

Kisah Liburan di Solo dan Yogya”

Lalu, temanku Andi yang pakai kacamata,

Dan selalu serius, tak pernah tersenyum,

Menulis,

Liburanku dengan Buku dan Komputer”

Terus, temanku yang bernama Ani,

Gemuk, putih, dan tembem,

Menulis

Memasak dengan Mama selama Liburan”

Kami senang sekali, setiap harus menulis,

Karena kami merasa ada dalam diri kami,

Terimakasih ya Bu Guru, masih memperbolehkan kami menulis…

Bandung, 17 Mei 2008

Jangan!!

Bunda,

Bu guru berkata padaku

jangan nakal!”

Karena itu aku tidak mau

Berbuat dan berkata,

jika bukan ibu guru yang menyuruh

Bunda,

Bu guru berkata padaku lagi,

jangan nakal!”

Karena aku hanya ingin tahu,

Kenapa kakak kelasku bisa

membuat miniatur planet

Bunda,

Bu guru bilang padaku lagi,

Jangan nakal!”

Hanya karena aku membaca,

membaca buku yang tidak disuruh

oleh ibu guru

Bunda,

Lagi-lagi,

di sekolah kudapat ”Jangan!!”

Bandung, 13 Mei 2008

Anak Jalanan

Cekercek…cekercek…

Suara botol aqua yang diisi dengan batu

Terdengar di jalanan ramai

Dua tangan kecil memainkannya dengan lincah

sambil bernyanyi lagu ”munajat cinta”

milik Ahmad Dhani

Cekercek…cekercek…

Satu persatu tempat didatangi

Tanpa kenal lelah

Tak peduli cuaca yang panas

Dengan debu yang beterbangan

Cekercek…cekercek…

Lima tempat disinggahi,

Berhasil dikantongi

Uang lima ratus rupiah

yang dibelikannya roti

Sebagai pengisi perut pagi hari

untuk dibagi dua bersama adiknya

Cekercek…cekercek…

Dengan botol aqua dan jalanan

mereka telah belajar

ilmu kehidupan yang sebenar-benarnya

Bandung, 27 Mei 2008

Terbesar

Apa hal terbesar yang kau punya?

Hal yang tak akan membuatmu takut

Untuk menghadapi apa pun?

Melindungimu dari berbagai masalah?

aku tidak takut masalah besar apa pun,

Karena aku punya yang lebih besar,

Yaitu TUHAN”

Pasirjati, 1 Juni 2008

Misteri Hujan

Ada bau aneh setiap kali hujan

Menyengat

Terkadang melenakan

Menyusup hingga ke hati

Bau kehidupan yang indah

Ada bunyi aneh setiap hujan

Tik..tok..tik..tok…

Begitu bunyinya jika beradu

dengan genting rumah Nenek

membuat nada yang harmoni

nada kehidupan yang tulus

ada cahaya aneh,

jika hujan beradu dengan panas

cahaya yang memantul hingga tujuh warna

warna yang nyata

warna kehidupan yang kompleks

bau tanah, bunyi rintik, dan pelangi

misteri hujan yang Tuhan ciptakan

untukku dan yang lain

Pasirjati, 4 Juni 2008

Keluarga

Ayah, ibu,

Adik, kakak,

Paman, bibi,

Nenek, kakek,

Sepupu, keponakan,

Uyut,

: harta pemberian Tuhan

yang tak kan tergantikan oleh apa pun

Sumedang, 1 Juni 2008

Ibu

Ada jutaan warna kehidupan

Terlahir dari satu pengorbanan yang sama

Ketika urat dan darah, bahkan nyawa

Jadi taruhan untuk sebuah kehidupan

Banyak yang terlupa akanmu

Bahwa kaulah manusia terindah untuk setiap kehidupan

Untuk semua makhluk

Yang telah Tuhan titipkan kehidupannya

Padamu

Ibu,

Kaulah matahari dan jagat rayaku

Bandung, 2 Juni 2008

Puisi-puisi Dheka Dwi Agusti N.

Aku dan Puisi

Mungkin waktu akan mengubah semua hal yang saat ini ada

Jadi aku ingin merekamnya

Aku menuliskannya

lis seluruh dunia yang ingin kutulis

Lewat puisi

Puisi ini yang akan menuntunmu pada perjalanan hidupku

Aku dan puisi

Menjadi sahabat yang tak usang oleh waktu

Seumur hidupku aku ingin menulis

Menu

22 November 2007

Jangan Bilang Aku Nakal

Oleh Dheka Dwi Agusti N.

Orang bilang aku nakal

Ibu bilang aku tak mau diam

Mata orang-orang sering melotot ke arahku

Jari telunjuk mereka simpan di depan mulut

Kemudian

SSsssttt…

Huh..

Padahal aku tak nakal

Aku hanya senang berlari, berputar-putar, dan loncat-loncat

Lalu naik-naik kalau ada tiang

Tapi aku bisa mengerjakan tugasku sampai selesai

Lalu orang bilang “Bagus-bagus!”

Ya, baguskan?

Lalu kenapa kalian lebih suka menyebut aku nakal?

Kenapa bagusnya tak pernah diomeli tapi nakalnya sering disebut?

15 Oktober 2007

Belajar dari Pengamen

oleh Dheka Dwi Agusti N.

Belajar permisi

Belajar bernyayi

Belajar berdiri di terik matahari

Belajar mencari rizki

5 Pebruari 2007

Bapak tua itu adalah Bapakku juga

Sayang, kau lihat Bapak tua itu

Ia yang duduk di samping roda tua

Dengan napas yang terengah-engah

Rupanya dia kelelahan mendorong gerobaknya

Gerobak besar yang penuh sampah.

Kenapa dia sendiri?”

Kemana anak-anaknya?”

Kemana keluarganya?”

Sayang, kita inilah keluarganya

Bukankah kita lahir dalam jalur darah yang sama

Keturunan Adam.

Jadi…

Bapak tua itu adalah Bapakku juga

24 Nopember 2007

Presidenku banyak

Umurku baru 10 tahun

Dan kata Ayah

presiden kita sudah berganti 5 kali

29 mei 2008

Wahana di Jakarta

Jakarta banjir lagi

Rumahku basah lagi, terendam lagi

Airnya banyak

Seperti susu coklat encer yang suka kubeli

Di depan sekolah SD

Hujannya tumpah

Airnya banyak

Kayak kolam renang penuh wahana

Di kanan kiri ada tebing

Ada suara teriak-teriak

Takut terkena ombak

Aku

Aku sendiri naik ember warna merah

Seperti arung jeram rasanya

Tapi ayah melarangku mendayung

Tangan kulipat dan kusimpan saja di depan dada

Sambil menggigil aku terhantam-hantam

Yang kutubruk bukan batu

Melainkan tembok rumah, pagar, dan tiang listrik

Karena rumahku ada di gang sempit

Inilah wahana berkala yang selalu ada di Jakarta

Yang katanya ibukota negara

1 Februari 2008

LARON

Berputar-putar mengitar putar

Mengaktifkan seluruh otot di tubuhnya

Terus berputar, mencoba lagi

Berdiri dan berusaha terbang

Ia mengepakkan sayap kecilnya untuk sekadar berdiri

Agar setelah berdiri bisa berlari

Terbentur tembok

Kejeduk lantai

Coba lagi, terus berputar lagi

Angkat tubuhmu lagi, Teman..

Ayo, perlahan, gerakkan.

Ya, coba lagi.

Jangan menyerah, kau pasti bisa!

Omku bilang katanya kau akan mati malam ini

Tapi tak perlu kau pedulikan

Nyatanya kau masih bisa berdiri

Dan berbuat untuk saat ini

Perkara nanti biar Tuhan yang menghendaki.

4 Desember 2007

Bandung-Kebumen

Kereta mulai merayap

Lewati rumah yang dindingnya bertumpuk-tumpuk

Ada sawah tapi sekejap

Tersekat benteng

Di belakangnya rumah-rumah besar seperti dalam sinetron

Lewat terowongan ciut tidak gelap tidak terang

Kanal setengah jadi menganga menyambut hujan melumurinya

Ternyata ada sawah lagi

Masih ada sawah terbentang seperti karpet hijau di mushola dekat rumahku

Beberapa petani menungging seperti sedang ruku, shalat

Tangannya sibuk menyabut rumput mungkin sambil dzikir dan menyebut nama Allah

Tuhanku yang mahabaik

Kamis, 07 Februari 2008

Jangan dulu hujan

Tuhan, ikat dulu awanmu

Jangan biarkan hujan turun dulu

Sebentar saja

Sampai ayah pulang kerja

Sampai di rumah

27 mei 2008

Betadin dan Hansaplas

Kemarin aku jatuh di jalan waktu mau ke rumah teman

Malu rasanya

Dua kali

Dan ibu-ibu menertawai

Bukan cuma malu

Tapi juga berdarah

Aku diobati pakai betadin, setetes.

Lalu ditutup pakai plester hansaplas seribu tiga

Akupun berhenti menangis.

Ada yang menangis juga diujung sana, apa ia juga terjatuh sepertiku

Bukan, ia menangis ditinggal ibu.

Kawan, apa kau juga terluka?

mau kuteteskan betadin?

Atau mau juga kupasangkan hansaplas?

Tapi bagaimana caranya?

Bagaimana kalau kita cari ibumu

Kita tanya saja pada ibumu

Bagaimana cara memakai betadin dan hansaplas di hatimu

9 Februari 2007

Aku berhutang banyak padamu

Aku berhutang banyak padamu

Aku berhutang pada angin

Angin yang selalu bisikkan bahwa hari ini indah

Aku berhutang pada mentari

Mentari yang menemaniku ke sekolah pergi jalan kaki

Aku berhutang pada pohon

Pohon yang melindungiku ketika dicegat musuh sepulang sekolah

Aku berhutang pada sore

Sore yang mengganti langit terang menjadi gelap

Aku berhutang pada malam

Malam yang mengatupkan mataku dan memimpikan dunia yang belum pernah kukunjungi

Aku berhutang pada fajar

Aku berhutang pada embun

Aku berhutang pada semesta

Aku berhutang pada sang pencipta

Sejudku memohon agar aku dapat berhutang lagi esok hari.

3 maret 2008

Aku dan Hujan adalah Teman

aku dan hujan adalah teman

Gerimis yang merayu pohon

Dan aku yang bermanja pada awan

Lihat pelangi itu

Adalah dawai

dengar gemercik itu

Adalah resonansi

Aku dan hujan adalah teman

Yang menyatu dalam alam

Alam yang bermanja pada Tuhan

23 Des 2007

Ayah Ibu

Ibu belikan aku pulpen dan pensil baru

Pulpen yang kemarin sudah habis, pensilnya juga sudah kecil

Ayah belikan aku buku tulis baru

Buku tulis yang kemarin sudah penuh kutulisi cerita baru

Ibu belikan aku buku bacaan baru

Buku bacaan yang kemarin sudah tamat kubaca lima kali

Ayah belikan aku buku yang kemarin baru saja kubeli

Buku itu aku sangat suka tapi sudah lecek tergilas badanku setiap malam

Ibu belikan aku kain sprei baru untuk kasurku

Kain spreiku sudah penuh corat-coret pensil dan tinta pulpen yang tak hilang walau sudah dicuci.

Ayah, ibu, biarkan setiap malam aku tidur bersama mereka

Mereka semua bilang senang bisa menemaniku

Meski kadang mereka protes dan teriak-teriak kalau aku menindihnya ketika tengah malam tiba

Pagi-pagi lalu kulihat mereka sepertinya pegal-pegal

Ada yang menggulung, terlipat-lipat, bahkan sobek.

Maafkan aku kawan

Tadi malam pasti aku menindihmu lagi

4 Juni 2008

Rumah Binatang

Rumah Binatang Dheka

Tiket masuk bayar 500

Kertas pengumuman itu kutempel di kaca depan rumahku

Tapi ibuku tak suka dan mencabutnya

Padahal maksudku ingin membantu ibu

Mencari uang untuk sekolahku yang mahal ini

Biar saja orang-orang datang, tapi mereka harus bayar 500

Lalu mereka bisa lihat tikus di rumah kita.

Ada juga kecoa, semut-semut di dinding, di meja makan

Ulat-ulat, juga ada yang sudah jadi kepompong,

Kucing-kucing yang suka beratraksi di atas genting

Cicak dan tokek di dinding kamarku, laba-laba yang sedang membuat sarang

Kalau malam ada banyak laron di bawah bohlam temaram di teras depan rumah, Ada nyamuk, ada lalat, ada juga kutu di rambut adikku dan di kepalaku,

Kita juga punya ikan di dalam toples untuk diperlihatkan, dia cantik,

ada juga cacing di dalam pot kembang ibu

banyak bukan binatang di rumah kita?

4 Juni 2008

Hujan Turun

Hujan Turun

oleh Yostiani Noor Asmi Harini

hujan turun

airnya mengenai wajahku

setiap titiknya terasa bagai jarum-jarum

yang mencubit pipiku

kuberlari sambil telanjang kaki

sepatu di tangan kiriku

baju putihku jadi transparan

rok merahku jadi gelap

hujan turun

semakin deras

setiap titiknya terasa bagai tamparan

tamparan di pipiku

selokan dekat rumahku menggelegak, airnya keluar

mirip coklat leleh yang lumer ke mana-mana

Setianya Anakku dan Air mata

Setianya Anakku dan Air mata

Dheka Dwi Agusti N.

Anakku

Jangan bersedih

Bunda tak pernah menangis

Pun jika ada air mata yang menetes itu karena Bunda bahagia melihatmu

Melihatmu begitu suci seperti air mata ini

Begitu biru seperti samudra yang juga asin airnya

Kau dan air mata ini

Sama-sama setia menjagaku.

Bunda sayang kamu,

anakku sayang

15 Oktober 2007

Seperti Kucing

Seperti Kucing

oleh Dheka Dwi Agusti N.

Aku ingin seperti kucing

Dibelai penuh sayang

2007

Sepenggal Lagu untuk Anakku

Sepenggal Lagu untuk Anakku

Dheka Dwi Agusti N.

Dzikir, Dzikir, Dzikirku sayang…

Dzikir, Dzikir, Dzikir ku ingat engkau

Dzikir ku ingat

Ingat Bunda, ingat Ayah

Ingat semua yang kau suka

Ingat Tuhan, ingat semesta

Ingat malam dan fajar

Dzikir ku ingat

Samudra mengalir berdzikir

Bumi berputar berdzikir

Langit, tanah, hewan, pohon

Semua berdzikir

Berdzikir mengingatmu.

10 Nopember 2007

Sepeda dan Gigi

Sepeda dan Gigi

Dheka Dwi Agusti N.

Sepedaku

Dulu aku sering terjatuh dari sepeda

Tapi aku bangun, aku buat berdiri sepeda itu, lalu kunaiki lagi

Biarpun aku sering jatuh, dan tangan juga lututku lecet-lecet.

Gigiku pun tanggal satu persatu.

Kalau aku menyeringai, maka mulutku seakan berjendela.

Karena tak ada gigi seri berjajar di sana.

Copot satu-satu, waktu aku jatuh dari sepeda.

Kata mama, tak apa, itu namanya pengorbanan

Ya, aku kan sedang bejar bersepeda.

Aku kini sudah bisa naik sepeda dan balapan bersama teman-teman

Walaupun sempat jatuh lagi dan gigiku makin ompong lagi

Sekarang aku sudah mahir bersepeda, aku tak sering jatuh

Sepeda ini pun menjadi sahabatku

Mengantarku ke sekolah dan ke rumah teman

Gigiku pun tak ompong lagi

Sudah tumbuh satu-satu.

15 Oktober 2007

Kerbauku

Kerbauku

oleh Dheka Dwi Agusti N

Kemarin kerbau datang

Kerbauku dari desa

Dibawakannya rambutan, pisang

Dan sayur mayur segala rupa

Bercerita kerbau tentang pamannya

Berkembang biak semua

Padaku kerbau berjanji

Mengajak libur di desa

Hatiku girang tidak terperi

Terbayang sudah aku di sana

Mandi di sungai turun ke sawah

Menggiring paman ke kandang.

27 Mei 2008

kepala Agil yang botak

kepala Agil yang botak

agil kepalanya botak

mirip Bapaknya Syifa yah

syifapun menjawab “iya”

kata mamah

kepala Bapak botak karena kurang gizi.

Dheka Dwi Agusti N.

27 Mei 2008

Jika

Jika

oleh Dheka Dwi Agusti N.

Jika kau senang, tertawalah

Jika kau sedih, menangislah

Atau sebaliknya jika kau menghendakinya

Tertawa di kala sedih

Dan menangis kala senang

Setelah tawa akan ada tangis

Setelah tangis akan ada tawa

Sebab itu tuhan ciptakan untukmu

Oktober 2007

IBUKU DAN HARMONIKA

IBUKU DAN HARMONIKA

Dheka Dwi Agusti N.

Kau bisa bermain harmonika, Teman?

Ibuku pandai bermain harmonika

Ia meniupnya, dan keluarlah nada-nada yang indah

Kata ibuku, bermain harmonika itu mudah

Dulu ia belajar memainkan dan menemukan nada-nadanya sendiri

Ia tak pernah diajari langsung oleh siapapun

apalagi ikut kursus

mulanya ibu hanya tahu bahwa cara memainkannya adalah ditiup

kemudian ia sering melihat pengamen yang piawai berharmonika ria

di lampu merah jalan raya

sekarang ibu sudah pandai memainkannya

ternyata caranya ditiup disedot dan digeser

dan kini ibu menciptakan sebuah lagu untukku

16 Nopember 2007

Senyum Bunga

Senyum Bunga

oleh Dheka Dwi Agusti N.

Di teras depan rumahku

Ada tujuh bunga bergantung mengayun

Ibuku yang menanam dengan jemarinya yang dingin

Ada kaktus ada pula bunga jam empat berwarna ungu dan putih

Waktu aku menatapnya

Mereka sedang asik ngobrol

Dihembus angin sepoi

Keduanya bercanda tertawa-tawa

Hai, kalian

Terimakasih

Cantikmu menghias rumahku

Mereka pun mengangguk

Dengan senyum terindahnya

9 des 2007

Legenda

Legenda

oleh Dheka Dwi Agusti N.

Mengapa ada banyak legenda anak durhaka pada ibunya

Mengapa ada Malin

Mengapa ada si Bincik

Mengapa pula harus jadi batu

Mengapa sang ibu menangis tersedu

Mengapa ada banyak legenda anak begitu cinta pada ibunya

Mengapa ada Sangkuriang

Mengapa ada Guruminda

Mengapa yah?

23 Des 2007

Bandungku tak hijau lagi

Bandungku tak hijau lagi

oleh Dheka Dwi Agusti N

Yang hijau tinggal tiang penyangga iklan

Yang hijau tinggal pagar dengaja dicat hijau

Yang hijau tinggal baju ibu hamil yang sedang menyebrang jalan

Yang hijau angkot cicadas-cibiru, caheum-ledeng

Yang hijau tinggal plang nama jalan protocol

Yang hijau tinggal gerobak cilok

2007

Ayah Ibu

Ayah Ibu

oleh Dheka Dwi Agusti N.

Ibu belikan aku pulpen dan pensil baru

Pulpen yang kemarin sudah habis, pensilnya juga sudah kecil

Ayah belikan aku buku tulis baru

Buku tulis yang kemarin sudah penuh kutulisi cerita baru

Ibu belikan aku buku bacaan baru

Buku bacaan yang kemarin sudah tamat kubaca lima kali

Ayah belikan aku buku yang kemarin baru saja kubeli

Buku itu aku sangat suka tapi sudah lecek tergilas badanku setiap malam

Ibu belikan aku kain sprei baru untuk kasurku

Kain spreiku sudah penuh corat-coret pensil dan tinta pulpen yang tak hilang walau sudah dicuci.

Ayah, ibu, biarkan setiap malam aku tidur bersama mereka

Mereka semua bilang senang bisa menemaniku

Meski kadang mereka protes dan teriak-teriak kalau aku menindihnya ketika tengah malam tiba

Pagi-pagi lalu kulihat mereka sepertinya pegal-pegal

Ada yang menggulung, terlipat-lipat, bahkan sobek.

Maafkan aku kawan

Tadi malam pasti aku menindihmu lagi

4 Juni 2008

Tak Mau Aku

Tak Mau Aku

oleh Dheka Dwi Agusti N.

Aku tak mau seperti si Bincik

Aku juga tak mau ibuku seperti batu ibu menangis

Tak ingin kusentuh kata durhaka

dan engkau wanita termulia

daya dan dzikirmu

mengiba padaku

23 Des 2007

« Older entries