Wabah: Naskah drama anak di penjara

WABAH

DRAMA TIGA BABAK

Judul : Wabah

Karya : Nenden Lilis A.

Penulis Naskah : Dheka Dwi Agusti N.

Sutradara :

Penata Musik :

Penata Artistik :

Pemain :

Babak 1

Cikoneng, sebuah kota kecil yang terkenal subur dan makmur, saat ini tengah digemparkan oleh sebuah desas-desus tentang penyakit yang menyerang Pak Andareweng, Camat ternama di kota itu. Desas-desus itu tentu saja membuat masyarakat resah sekaligus penasaran sebab katanya penyakit itu bukanlah penyakit biasa. Penyakit aneh yang sulit dicari obatnya. Konon, penyakit tersebut menyerang tanpa diawali demam atau gejala lainnya. Penyakit tersebut bisa dengan mudah menyerang siapa saja. Pak Andareweng saja kelihatannya segar bugar dan sehat walafiat, tetapi ternyata…

(Pemain mematung.)

Warga A:

Hey, habis dari mana, Kang?

Warga B:

Eh, ini habis menangkap ikan dari balongnya mertua.

(Diman menjawab sambil tersenyum dan memperlihatkan ikan tangkapannya.)

Warga A:

Enak kamu, punya Mertua kaya raya, dapat istri cantik pula.

Warga B:

Ah, si Akang mah bisa saja. Ini si Cicih, biasa lagi ngidam, ingin pepes ikan alias pais, tapi harus ikan dari balong Bapaknya katanya. Biasa namanya juga orang hamil muda.

Warga A:

(heran)

Istrimu sedang hamil lagi? Perasaan belum lama ini kamu menggelar marhabaan buat anakmu yang baru lahir?

(sambil berusaha mengingat)

Kalau tidak salah anakmu yang ke…

Warga B:

Yang ketujuh, Kang.. Namanya si Ujun

Warga A:

Euleuh-euleuh… sekarang hamil buat yang kedelapan?

Warga B:

Yang kesepuluh, Kang. Sebab yang dua, dulu sudah meninggal waktu baru lahir.

Warga A:

Oh, begitu.. Jadi, ini kehamilan kesepuluh buat istrimu yang pertama?

Warga B:

Ah, si Akang bisa saja.

Warga A:

Hebat kamu.

(sedikit menurunkan volume suaranya)

Eh, kamu sudah dengar kabar tentang penyakitnya Pak Camat?

Warga B:

Pak Andareweng, Pak Camat kita maksud Akang?

Warga A:

Iya. Pak Camat Andareweng, camat kita.

(Ada tiga orang yang juga warga kecamatan yang dipimpin oleh Pak Camat Andareweng (C, D, dan E) berjajar berusaha menguping percakapan antara Dayat dan Diman.)

Warga B:

Memangnya ada apa dengan Pak Camat Andareweng, Kang?

Warga A:

Jadi, kamu belum dengar? Kamu belum tahu? Benar-benar belum tahu?

Warga B:

(menggeleng, tidak tahu, sambil penasaran.)

Ada apa gituh, Kang, dengan Pak Andareweng?

Warga A:

Dia terkena penyakit aneh. Penyakit berbahaya. Ah, pokoknya sakit yang belum ada obatnya.

(tiga warga yang sedang menguping (C, D, dan E) berpura-pura tidak mendengar apapun setiap kali A melirik ke arah mereka.)

Warga B:

Ah, masa sih, Kang?

Warga A:

Iya, benar.

Warga B:

Tapi belakangan kemarin saya sempat bertemu beliau. Beliau tampaknya baik-baik saja. Atau penyakitnya itu penyakit dalam yah, Kang? Wah, berbahaya kalau begitu.

Warga A:

Penyakit Pak Camat Andareweng itu bisa kita ketahui kalau dia sedang berbicara.

Warga B:

Maksud Akang? Yang berpenyakit itu mulutnya Pak Camat, begitu?

Apa dia sariawan? Bau mulut? Habis makan jengkol atau pete? Atau giginya bolong? Ompong? Itu mah biasa atuh, Kang. Saya juga ompong. (sambil menyeringai memperlihatkan giginya yang ompong)

(tiga warga yang sedang menguping (B, C, dan D) tertawa cekikikan, lalu tiba-tiba diam saat Dayat dan Diman menoleh ke arah mereka.)

Warga A:

Bukan, bukan itu. Tapi Pak Camat Andareweng itu kalau bicara…

Desas-desus ini mulanya hanya diketahui dan menjadi rahasia para aparat kecamatan. Namun, seperti api yang membakar jerami kering, desas-desus itupun merambat cepat dari mulut ke mulut hingga akhirnya seluruh masyarakat Cikonengpun tahu.

(Pemain mematung.)

Warga B dan tiga warga yang menguping(C, D dan E):

Oh, jadi begitu ceritanya..

(Tiga warga yang menguping cepat-cepat menutup mulutnya, mukanya memerah karena malu sudah kepergok menguping. Merekapun akhirnya ikut berbincang secara langsung dengan Dayat dan Diman.)

Warga C:

Tapi, masa iya ada penyakit seperti itu di kota kita? Apa Akang tidak salah kabar?

Tentu saja, tak semua orang percaya dengan kabar tentang penyakit Pak Camat Andareweng ini. Sebagian orang yang percaya mengatakan bahwa gejala itu memang sudah terlihat dalam diri Pak Camat sejak beberapa waktu lalu. Sedangkan yang tidak percaya berpendirian bahwa tidak mungkin di kota yang serba makmur ini ada penyakit aneh semacam itu.

Akhirnya untuk meredam kontroversi tersebut, penduduk Cikoneng membuat kesepakatan untuk membuktikan kebenaran kabar tersebut.

(Pemain mematung.)

Warga D, dan E:

Iya, benar, Kang, kami juga mendengar kabar bahwa Pak Camat Andareweng memang terkena penyakit aneh.

Warga A:

Jangan-jangan terkena santet kali, yah?

Warga B dan C:

Hus, jangan begitu ah, Kang.

Warga D:

Yah, apapun itu yang jelas Pak Camat Andareweng memang berpenyakit aneh.

Warga E:

Bagaimana, kalau penyakitnya itu menular pada kita semua?

Ih, amit-amit. Amit-amit.

Warga B:

Iya, amit-amit tujuh turunan, kadalapan keureuk meunang.

Warga A;

Bagaimana kalau kita buktikan saja kebenaran kabar ini.

Warga B:

Bagaimana caranya?

Warga A:

Begini saja. Minggu depan kan kita tujuhbelasan. Nah, kalau tujuhbelasan biasanya kan diadakan upacara, dan dalam upacara itu pasti Pak Anareweng selaku Camat maka dia pasti akan memberikan sambutan, bukan? Dan, pada saat itulah kita semua bisa mengetahui kebenaran tentang penyakitnya. Bagaimana?

Warga E:

Boleh juga.

Warga D:

Ide bagus.

Warga B dan C:

Yah, biar kita semua tidak penasaran lagi.

Warga A:

Kita harus datang dari pagi. Kita ikuti upacara itu dari awal sampai selesai. Di alun-alun kota, jangan sampai ada yang terlambat.

Warga D:

Ya, jangan sampai ada yang terlambat.

Warga A:

Juga jangan lupa beri tahu warga yang lain. Supaya kita semua tidak penasaran lagi.

Warga B dan C:

Baiklah, saya pasti datang.

Babak 2

(Dua minggu kemudian)

MUSIK LAGU WAJIB 17 AGUSTUS 1945

Dan, berbondong-bondonglah warga Cikoneng pergi menuju alun-alun kota untuk menyaksikan upacara, terutama untuk mendengarkan sambutan yang akan disampaikan oleh Pak Camat Andareweng. Tetapi sebenarnya bukan isi dari sambutannya, melainkan Pak Camat Andarewengnya yang akan menjadi pusat perhatian warga.

Warga B:

Tumben yah, alun-alun penuh sesak seperti ini. Biasanya juga memang banyak orang tapi tak sepadat ini. Ternyata banyak sekali orang yang ingin menonton acara tujuhbelasan ini. Padahal tahun-tahun lalu tak seperti ini.

Warga D:

Bukan hanya menonton acara tujuhbelasannya, tapi Pak Camatnya juga.

Warga A:

Sudah mulai belum upacaranya?

Warga D:

Belum, Kang.. Santai saja, kita tidak terlambat kok.

Warga B:

Mungkin sebentar lagi, Kang.

Warga A:

Oh, begitu. Syukurlah.

Warga F:

( F datang bersama E dan C. Keduanya menuju tempat berkumpulnya A, B, dan D )

Apa benar Pak Camat kita terkena penyakit aneh?

Warga E:

Katanya sih begitu. Makanya kita ke sini untuk melihat langsung kondisi Pak

Camat.

Warga F:

Katanya Pak Camat Andareweng terkena sawan yah?

Warga C:

Masa sih?

Warga E:

Euhh, kurang tahu juga. Tapi kabarnya penyakit yang diderita Pak Camat itu penyakit aneh dan berbahaya.

(A, B, C, D, E, dan F telah berkumpul)

Warga A:

Sudah, sudah, jangan berisik. Kita ikuti saja jalannya upacara ini. Kita lihat Pak Camat Andareweng dengan seksama.

Sebuah pemandangan yang tak biasa. Banyak sekali orang, mereka tumpah-ruah di alun-alun kota. Hal ini tak lain karena banyak warga bermaksud untuk membuktikan desas-desus yang selama ini beredar dan membuat mereka penasaran. Alun-alun Cikoneng yang biasanya tidak terlalu ramai, kali ini membludak bagai ada karnaval besar. (upacara dimulai)

Protokol:

Para hadirin yang terhormat. Upacara peringatan Hari Kemerdekaan Repubik Indonesia yang ke-63 akan segera dimulai.

Masing-masing pemimpin barisan menyiapkan barisannya.

(SIAAAP GRAK!)

Protokol:

Pemimpin Upacara memasuki lapangan upacara.

(Pemimpin Upacara memasuki lapangan upacara)

Penghormatan umum kepada Pemimpin Upacara.

Pemimpin Barisan:

Kepada Pembina Upacara, hormaat grak!

Tegaaak grak!

Protokol:

Pembina Upacara dipersilakan memasuki lapangan upacara.

(Pak Camat Andareweng memasuki lapangan upacara.)

Penghormatan umum kepada Pembina Upacara dipimpin langsung oleh Pemimpin Upacara.

Pemimpin Upacara:

Kepada Pembina Upacara, hormaaat grak!

Tegaaak grak!

Protokol:

Laporan kepada Pembina Upacara bahwa upacara akan segera dilaksanakan.

Pemimpin Upacara:

Lapor, upacara peringatan Hari Kemerdekaan Repubik Indonesia yang ke-63 akan segera dimulai.

Pembina Upacara:

Nakanaskal!

(maksudnya Laksanakan!)

Pemimpin Upacara:

(Sedikit heran dan terus menjawab, karena jawabannya sudah konvensional.)

Siap, laksanakan.

Warga A, B, C, D, E, F, dan warga lainnya:

(bingung)

Hah?

(Upacara terus berlangsung)

Warga D:

Mengatakan apa tadi Pak Camat Andareweng?

Warga B:

Entah, tidak tahu. Saya kurang jelas mendengar apa yang Pak Camat katakana tadi.

Warga A:

Iya, saya juga kurang jelas menangkapnya. Tapi rasanya kata yang diucapkan oleh Pak Camat Ndareweng bukan kata yang biasa kita gunakan sehari-hari.

Warga C:

Oh, barangkali itu kata-kata kode dalam upacara mungkin, Kang?

Warga D:

Sudah, sudah, kita simak lagi saja.

Warga A, B, C, E, dan F:

(mengangguk)

Iya, baiklah.

Protokol:

Pengibaran Sang Saka Merah Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Pembacaan Pembukaan UUD’45 oleh petugas upacara.

Pembacaan Pancasila, dipimpin langsung oleh Pembina Upacara dan diikuti oleh segenap peserta upacara.

Pak Camat Andareweng:

Alisacnap.

(Maksudnya: Pancasila.)

Peserta upacara dan warga:

Hah?

Pak Camat Andareweng:

Utas. Nanahutek gnay aseaham.

(Maksudnya: Satu, Ketuhanan yang Mahaesa.)

Warga:

(keheranan)

Apa?

(Sambil terus Pak Camat Andareweng membacakan Pancasila dengan terbalik.)

Uad. Naaisunamek rnay lida nad badareb.

Agit. Nautasrep aisenodni.

Tapme. Nataykarek gnay nipmipid helo tamdihk naanaskajibek malad natarawaysumrep nalikawrep.

Amil. Nalidaek laisos igab hurules taykar aisenodni.

(Maksudnya:

Dua. Kemanusiaan yang Adil dan beradab.

Tiga. Persatuan Indonesia.

Empat. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Khidmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.

Lima. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia)

(Pak Camat Andareweng tanpa merasa salah membacakan Pancasila, sementara warga kebingungan dengan apa yang keluar dari mulut Pak Camat Andareweng itu. Ada warga yang menyenggol-nyenggolkan sikutnya. Ada yang saling menatap heran. Ada yang tertawa cekikikan. Berbagai ekspresi warga tersebut sekaligus menunjukkan terbuktinya desas-desus selama ini yang mengabarkan bahsa Pak Camat Andareweng sakit aneh. Kata-katanya terbalik.)

Warga A:

Ternyata benar, Pak Camat Andareweng memang terkena penyakit aneh.

Warga B:

Iya, kata-katanya terbalik.

Warga C:

Masa baca Pancasilanya terbalik? Pak Andareweng ini bagaimana?

Warga D:

iya, dia kan Camat, masa tidak hapal pancasila?

Warga E dan F:

Sekarang sudah terbukti memang benar Pak Camat Andareweng menderita penyakit aneh.

Warga A dan B:

Wah, bahaya kalau begini adanya.

Protokol:

Sambutan dari Bapak Camat selaku Pembina Upacara. Kepada Bapak Andareweng, kami persilakan.

Pak Camat Andareweng:

Tamales igab, aynaumes. Malas arethajes.

(Maksudnya: Selamat Pagi, Semuanya. Salam Sejahtera.)

(Warga kembali dibuat bingung. Sementara itu Pak Camat Andareweng meneruskan sambutannya dengan menggunakan pengeras suara.)

Pak Camat Andareweng:

Arap niridah gnay tamrohret. Adap natangirep irah resab ini, tutap atik naknguner, hakhadus atik isapisitrapreb malad nanungabmep…

(maksudnya: para hadirin yang terhormat. Pada peringatan hari besar ini patut kita renungkan sudahkah kita berpartisipasi dalam pembangunan… )

Warga kian bingung dengan apa yang terjadi pada diri Pak Camat. Tetapi, mereka semua semakin yakin bahwa Pak Camat Andareweng memang benar-benar terkena penyakit aneh. Kata-kata yang diucapkannya terbalik. Yang terlihat mengangguk-angguk seolah mengerti pidato itu hanyalah para aparat.

Pak Camat Andareweng sendiri tampak puas dengan apa yang telah dikatakannya, seolah tidak terjadi apa-apa. Dia menganggap warga yangberjubel memenuhi alun-alun datang karena kecintaan mereka padanya.

Pak Camat Andareweng:

(Merasa dirinya melambung karena dicintai warganya. Hidungnya kembang-kempis ketika mendengar gemuruh tepung tangan hadirin yang sebenarnya dilakukan karena kebiasaan saja.)

Kegemparan masyarakat tak hanya sampai di situ, tetapi timbul sorak-sorai tawa di akhir upacara.

Protokol:

Laporan kepada Pembina Upacara bahwa upacara telah selesai.

Pemimpin Upacara:

Lapor, upacara peringatan Hari Kemerdekaan Repubik Indonesia yang ke-63telah dilaksanakan. Laporan selesai.

Pak Camat Andareweng:

Ilabmek ek tapmet

(maksudnya: kembali ke tempat)

Pemimpin Upacara:

Pais…

(Jawabnya dengan penuh keyakinan sambil tak lupa menghormat.)

Babak 3

Sejak yakin terhadap penyakit yang diderita Pak Camat Andareweng, wajah warga Cikoneng diliputi kegelisahan, dan kecemasan. Mata mereka mendung dan jiwa mereka tertelikung rasa pesimis.

(di simpang jalan)

Warga A:

Kasihan Pak Camat.

(berempati)

Warga B:

Iya, kasihan Pak Camat Andareweng.

Warga C:

Tapi apa yang harus kita lakukan untuk menolong Pak Camat?

Warga B:

Ya, bagaimana? Bagaimana kalau penyakit aneh itu menular pada kita semua?

Warga A:

Sepertinya akan terjadi hal buruk yang menimpa warga kita.

Warga C:

Ssstt.. jangan bilang seperti itu. Nanti bagaimana kalau nanti diamini malaikat? Bagaimanapun kita sebaiknya terus berdoa dan berusaha.

Warga B:

Benar, Pa. kita harus tetap optimis.

Warga A:

Saya permisi dulu, Pak.. mau ngurus KTP ke kecamatan.

Warga C:

Oh, iya. Silakan.

Warga B:

Hati-hati loh, Pa.. (sambil tersenyum)

(Di kantor)

P1:

Ada apa, pak?

Ada apa, kap?

Warga D;

(sedikit bingung)

Saya mau ambil KTP pak? Jadwalnya hari ini sudah jadi

P 1 :

Atas nama siapa?

Sata aman apais?

Warga D:

(Bingung)?

P1 :

Uang administrasinya tigapuluh ribu rupiah, pak?

Gnau aynisartsinimda hulupagit ubir haipur, kap?

Tambah bingung, dengan semakn bingung warga pun setengah lari memninggalkan kantor kecamatan.

Warga D:

Hah, gila, ternyata penyakit pak camat sudah menulari banyak orang, bisa-bisa ini jadi wabah bagi masyarakat.

Narasi:

Pada awalnya masyarakat menganggap gejala itu hanya akan terjadi di lingkungan kecamatan. Tapi ternyata penyakit pak camat Andareweng telah menjalar juga ke lingkungan di tingkat bawah. Para kepala desa dengan stafnya bahkan para pengurus RW dan RT di Cikoneng pun sudah ketularan penyakit aneh tersebut. Yang membuat masyarakat heran adalah mereka yang tertular penyakit ini seperti tak menyadari telah tertular, mereka kelihatan tenang-tenang saja, bahkan sudah banyak menularkan pada yang lain. Tak ayal, keadaan ini membuat masyarakat semakin resah.

Warga E:

(Menulis dan ternyata tulisannya terbalik)

coba menulis lagi, tapi tetap terbalik.

(Ia mengusik-ngusik matanya tak percaya pada penglihatannya, lalu menulis lagi, tapi ternyata kata-kata yang ditulisnya tetap terbalik).

(berlari sambil frustasi)

Ngoloot-ngoloot (Maksudnya minta tolong)

Narasi:

Maka semakin gemparlah penduduk cikoneng. Masing-masing takut bahaya penyakit yang tengah melanda kota kecil mereka.

(Masyarakat bermusyawarah dengan sembunyi-sembunyi)

Warga A:

Kita harus segera mengambil tindakan, kalau tidak penyakit ini akan mewabah ke seluruh warga. Bahaya jadinya bisa-bisa

Warga B:

Ya Bahaya, Ini teror!

Warga C:

Kita kucilkan saja orang-orang yang terkena penyakit?

Warga A:

Tidak mungkin, bagaimanapun mereka pimpinan kita?

Warga C:

Lalu bagaimana sebaiknya?

Warga D:

Kita harus mencari dukun atau dokter ahli untuk menangani penyakit ini?

Warga E:

Ya, tapi ini bukan sembarang penyakit (timpalnya cemas)

Warga B:

Ini benar-benar teror! (timpalnya)

Warga A:

Sssssst…………….

Warga D:

Masih Ingat Mbah Bajik?

Warga A, B, C, E:

Masih, masih……..

Warga C:

Betul! Itu usul bagus. Kita menghadap mbah bajik saja untuk menyelesaikan persoalan ini.

Warga E:

Tapi, dimana dia sekarang? Sudah lama dia menghilang dari kampung kita.

Warga D:

Salah kita memang, selama ini kita telah melupakannya…padahal sebelum dia menghilang, Mbah Bajiklah yang selalu memberi petuah pada kita. Dia memang cerewet, tapi dialah yang mengarahkan jalan kita………

Warga A:

Dimana dia sekarang yaaa?

Warga B:

Kok kita baru ingat dia lagi sekarang yaa?

(rapat menjadi hening, masing-masing orang memutar ingatannya, mereka menduga-duga dimana Mbah Bajik berada)

Warga D:

Saya ingat! (sahutnya)

Saya pernah menddengar kabar, katanya Mbah Bajik sedang bersemedi di Bukit Gumawang………..

Warga B:

Bukit Gumawang? Bukit itu kan jauh dari sini?

Warga A:

Meski jauh, Tapi dialah harapan kita.

Warga C:

Benar tak apa jauh juga, semua memang butuh pengorbanan!

Warga D:

Kalau begitu sekarang juga kita harus pergi ke bukit Gumawang dan mencari mbah bajik?

Pada suatu malam yang cerah, masyarakat Cikonengpun mengadakan pendakian ke tempat Mbah bajik Bertapa, mah Bajik seorang tua yang tubuhnya telah berlumut usia. Sepertinya mbah bajik sudah merasakan ada banyak orang yang mengunjunginya malam itu.

Dari ketinggian Mbah Bajik melihat banyak obor menyala, berbondong-bondong di jalan menuju ke tempatnya. Dari arah obor-obor itu terdengar suara getar merayap di Kesunyian.

Masy:

Mbaaaaah…..Mbah Bajiiiik……….

Tolong kami Mbaaaaah!

Tolong kami…………

Mbah Bajik:

Ada apa kalian malam-malam kemari minta tolong?

Nampaknya kalian diliputi kesedihan yang mendalam? (tegur Mbah Bajik penuh simpati)

Warga D:

Begini Mbah….

(kemudia bercakap-cakap tanpa suara)

Mbah Bajik:

(Kepalanya mengangguk-angguk tanda mengerti dan simpati)

(Sambil duduk bersila, mengucapkan doa-doa dengan khusu, Berulang kali ia seperti kehilangan konsentrasi)

(ia mengulangi lagi doanya dan semakin menunduk dengan suaranya yang riuh)

Tiba-tiba angin berhembus sangat-sangat kencang, lalu tubuh Mbah Bajik terhemapas tumbang lalu pingsan. Masyarakat segera menolong Mbah Bajik Semampunya. Untunglah tak lama kemudian mbah Bajik Siuman, seseorang memberinya nafas bantuan.

Mbah Bajik:

Kali ini aku tak bisa menolong kalian (ucap Mbah Bajik lemah)

Masy:

Apa Mbah?

Mbah Bajik:

Penyakit mereka sudah sangat parah dan mereka membentengi dir dengan kekuatan berlapis-lapis. Kalau aku menembus kekuatan-kekuatan itu, kita semua akan mati mengenaskan!

Warga D:

Lantas, apa yang harus kami lakukan, Mbah?

Mbah Bajik:

Jalankan kehidupan kalian sebagaimana bisanya. Yang bisa kalian laukan hanyalah menjada agar penyakit mereka tak menular pada kalian….sekarang, kalian pulanglah….

Siang harinya masyarakat dikejutkan oleh berita bahwa Mbah Bajik diseret paksa oleh serombongan Polisi dengan tuduhan memimpin rapat gelap dan Mbah bajik kini berada di Sel. Masyarakat pun tak bisa menerimanya, mereka berunjuk rasa di depan kecamatan.

Warga A:

Mbah bajik Ditangkap Polisi!

Warga B:

Mbah bajik di Bui!

Warga C:

Mbah Bajik Ditudu memimpin rapat gelap!

Warga A:

Apa-apaan ini, padahal Mbah Bajik telah menolong kita semua?

Warga C:

Mbah Bajik Dituduh memimpin rapat gelap, Kang!

Warga A:

Ya, pasti perbuatan kita tadi malam

Warga D:

Mbah Bajik tak bersalah, Keadilan harus ditegakan!

Warga B:

Ya, kebijaksanaan harus ditegakan!

Warga D:

Mbah Bajik tidak bersalah…Mbah Bajik harus segera dibebaskan

Warga C:

Dia sama seklai tidak bersalah

Warga A:

Aneh, Orang baik kok disangka jahat….

Beberapa orang menerobos ke dalam kantor kecamatan dan menjadi juru bicara, mengemukakan tuntutan masyarakat. Pak Camat Andareweng dan bawahannya hanya terbengong-bengong dan sama sekali tak bisa menanggapi.

Warga A:

Kami ingin penjelasan, pak. Mengapa Mbah Bajik ditangkap? Mengapa dituduh memimpin rapat gelap?

Warga B:

Iya pak? Kenapa Pak?

(Pak Camat dan Stafnya Bengong)

Warga A:

Pak, kami ingin mendapat penjelasan? Kenapa Mbah Bajik ditahan?

Warga B:

Mbah Bajik tak bersalah, Pak!

Warga C:

Semalam kami bersama beliau, berusaha menyembuhkan penyakit yang tengah mewabah di kota kita. Termasuk Bapak!

Warga B:

Mbah Bajik Sebenarnya ingin menolong kita, pak?

Warga A:

Pak, kmai mohon penjelasannya,

Warga B:

Mbah Bajik harus segera dibebaskan, Beliau tidak bersalah dan kita harus menegakan keadilan…

Warga C:

Benar, Mbah Bajik harus segera dibebaskan, dia tidak bersalah.Anda salah paham!

Pak Camat:

Apa yang mereka ucapkan?

Apa gnai akerem nakpacu?

Stafnya:

Kami juga tak mengerti pak…

Imak aguj kat itregnem kap…

(jawabnya)

Pak Camat:

Kalau begitu kita sama, kita tidak mengerti kata-kata mereka

Ualak utiget atik amas, atik kadit itregnem atak-atak akerem

(Celetuk Pak Camat Andareweng dengan kata-kata terbalik dan mereka pun tertawa dengan suara terbalik)

Ah…ah…ah…..ah..aaaaah